Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Proses Awal Pengumpulan Hadis


Nah, kali ini kita akan membahas tentang proses awal pengumpulan hadis. Karena, setelah metode yang satu ini masih ada beberapa metode yang tentunya akan lebih sulit lagi. Tapi, sebenarnya engga sulit kok, yang penting kita mau mempelajari dan memahaminya, Insya Allah semua akan mudah.


Proses Awal Pengumpulan Data Hadis
Nur Itsnaini S. S.
Mahasiswa PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Walisongo Semarang

Abstrak : Tulisan ini bertujuan untuk menunjukan sumber asli dari suatu hadis, menjelaskan sanad serta menerangkan nilai hadis yang akan dibahas dalam takhrij al hadis. Hal ini sangat penting digunakan sebagai bahan dasar untuk mengetahui keabsahan suatu hadis. Tulisan ini menggunakan metode studi pustaka, serta menggunakan analisis prespektif penulis dalam penelusurannya. Dalam tulisan ini, kami mengambil sampel Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari no 5890 untuk diteliti dan dapat diketahui secara mendalam tentang seluk beluk kitab-kitab hadis dengan berbagai sistem penyusunan serta penulisannya.


PENDAHULUAN



Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al Quran dan telah terhimpun dari berbagai kitab hadis. Tanpa hadis Nabi kita tidak bisa memahami al Quran bahkan melaksanakan ajaran agama secara benar. Mengingat begitu pentingnya peranan Hadis bagi umat Islam, maka sejak dahulu para ulama telah mencurahkan perhatiannya dalam mengumpulkan dan mempelajari hadis-hadis Nabi.

Berkat usaha para ulama tersebut, maka hadis-hadis Nabi berhasil dikumpulkan serta dibukukan menjadi khazanah yang sangat berharga bagi umat Islam. Diantara tokoh-tokoh yang begitu berjasa dalam melakukan usaha tersebut diantaranya, yaitu al Bukhari, Muslim, al Turmudzi, al Darimi, dan lain sebagainya. Meskipun hadis-hadis tersebut telah dibukukan penulisannya lengkap baik matan maupun sanad, namun dalam kehidupan sehari-hari masih banyak kita jumpai dalam tulisan maupun ceramah hadis-hadis tanpa identitas (tidak disebutkan rawi dan kolektor serta kualitasnya). Terkadang hanya disebutkan potongannya saja tanpa disebutkan rawi pertama serta kolektornya dan terkadang hanya disebutkan rawi pertama serta kolektornya. Hal tersebut tentu belum menyakinkan kita apalagi jika hadis yang disampaikan berkenaan dengan masalah akidah maupun ibadah.

Oleh sebab itu, perlu adanya untuk menelusuri hadis tersebut pada kitab sumbernya yang asli agar kita bisa mengetahui lafads hadis yang dijumpai secara lengkap baik matan maupun sanadnya. Menelusuri suatu hadis pada sumber aslinya tidak dapat dilakukan sembarangan, namun dibutuhkan metode tersendiri yang sudah dirumuskan oleh para ahli hadis, yaitu dengan menggunakan metode takhrij al hadis.

Metode takhrij al hadis merupakan proses awal dalam melakukan penelitian suatu hadis. Berbagai petunjuk untuk menemukan sumber aslinya sangat dibutuhkan, meskipun pada dasarnya terdapat kitab-kitab yang disusun untuk kepentingan hal ini telah dihasilkan oleh banyak pakar hadis dengan macam-macam metode yang digunakan dalam penyusunannya. Ada yang menggunakan kitab mu’jam al munfahras, miftah kunusyuz, kitab musnad, dan lain sebagainya. Kitab-kitab tersebut tentunya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menemukan suatu hadis yang terdapat pada sumber aslinya, meskipun metode yang digunakan berbeda-beda.

Memahami dan menelusuri seluk beluk suatu kitab hadis tidak hanya berguna untuk memudahkan mencari hadis, namun juga merupakan bagian awal untuk mengetahui kualitas atau keabsahan suatu hadis yang dapat bermanfaat untuk menilai kehujjahan hadis tersebut. Dengan adanya hal tersebut, maka kami memahami Takhrij al Hadis sebagai bagian dari bidang studi Kutub al Hadis yang akan sangat membantu para peminat dalam menelusuri serta mempelajari hadis secara tepat dan cepat, sehingga dapat dimanfaatkan seecara proporsional.

H. R. Bukhari nomor 5890 yang akan menjadi bahan penelitian kami dalam penggunaan metode takhrij al hadis. Hadis Shahih Bukhari dalam kitab doa bab meminta perlindungan dari fitnah kehidupan dan kematian. Tulisan ini akan memaparkan metode takhrij al hadis  secara ringkas yang dibuktikan dengan menggunakan kutipan kamus sebagai alat bantu dalam meneliti hadis tersebut. Sebelum menelusuri penggunaan takhrij al hadis, kami akan memaparkan terlebih dahulu hal-hal yang bersangkutan dengan takhrij al hadis.


Takhrij al-Hadits


Definisi takhrij. Secara etimologi kata “Takhrij” berasal dari kata جرج – يحرج – خروجا yang berarti menampakan, mengeluarkan, menerbitkan, meneyebutkan dan menumbuhkan. Maksudnya adalah menampakan sesuatu yang tersembunyi, tidak kelihatan atau samar. Penampakan dan pengeluaran tidak harus berbentuk fisik yang konkret, tetapi mencakup nonfisik yang hanya memerlukan tenaga dan pikiran seperti makna kata istikhraj yang diartikna istinbath yang berarti mengeluarkan hukum dari nash/ teks al-Qur’an dan hadis.[1]
Takhrij merupakan bagian dari kegiatan penelitian hadis. Terdapat kata lain yang memiliki kata dasar sama dengan takhrij yaitu ikhraj, dan istikhraj. Ikhraj yaitu periwayatan hadis dengan menyebutkan sanadnya mulai dari mukharijnya dengan perawinya sampai kepada  Rasul SAW. Jika hadis tersebut marfu’, atau sampai kepada sahabat jika hadits tersebut mawaquf, atau sampai kepada tabi’in jika hadis tersebut maqthu’.
Sedangkan Istikhraj yaitu bahwa seorang ahli hadis menentukan suatu kitab kumpulan hadis karya orang lain yang telah disusun lengkap dengan sanadnya, lalu dia mengtakhrij hadis-hadisnya dengan sanadnya sendiri tanpa mengikuti jalur sanad penyusun kitab tersebut. Akan tetapi jalur sanadnya itu bertemu dengan sanad penulis buku tersebut pada gurunya atau guru sebagai penerima hadits pertama, dengan syarat bahwa hadits tersebut tidak datang dari sahabat lain, tetapi mestilah dari sahabat yang sama.
Secara bahasa takhrij berarti berkumpulnya hal yang bertentangan dalam satu masalah. Sedangkan secara terminologi takhrij berarti mengembalikan (menelusuri kembali asalnya) hadis-hadis yang terdapat  didalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis hadis tersebut dari segi shahih atau dhoif, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab kitab asal sumbernya.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa takhrij al hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis sebagai sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan langsung secara lengkap matan dan sanadnya.[2]

Macam-macam Metode Takhrijul Hadis



1.             Metode Takhrijul-Hadis bil Lafz (Penelusuran hadis melalui lafal)

Penelusuran hadis melalui lafal matan, baik bagian awal, tengah, maupun akhir. Adakalanya hadis yang akan diteliti hanya diketahui sebagian saja matn-nya. Bila demikian, maka takhrij melalui penelusuran lafal matn lebih mudah dilakukan.
Kitab-kitab yang diperlukan
Untuk kepentingan takhrijul hadis berdasarkan lafal tersebut, selain diperlukan kitab kamus hadis, juga diperlukan kitab-kitab yang menjadi rujukan dari kitab kamus itu. Kitab kamus hadis yang termasuk agak lengkap untuk kepentingan kegiatan ini adalah kitab susunan Dr. A. J. Wensink dan kawan-kawan yang diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu'ad ‘Abdul –Baqi dengan judul: Al-Mu’jam Al-Muhfaras li Alfazh Al-Hadits Al-Nabawi.
Kitab hadis yang menjadi rujukan kamus hadis tersebut ada sembilan buah, yakni Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan at-Turmuzi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibni Majah, Sunan ad-Darimi, Muatta’ malik, dan musnad Ahmad bin Hambal.

2.             Metode Takhrijul hadis bil maudu’ (Penelusuran hadis melalui topik masalah)

Mungkin saja, hadis yang akan diteliti tidak terikat pada matan hadis, namun pada pokok masalah. Misalnya, topik masalah yang akan diteliti yaitu hadis tentang kawin kontrak atau nikah mut’ah. untuk menelusuri hadis tersebut, dibutuhkan kitab kamus ataupun semacam kamus yang dapat memberikan keterangan tentang berbagai riwayat tentang topik tersebut.
Sesungguhnya cukup banyak kitab yang menghimpun berbagai topik hadis. namun, pada umumnya kitab-kitab tersebut tidak menyebutkan data ktab sumber pengambilannya secara lengkap. Oleh karena itu, bila hadis-hadis akan diteliti, masih diperlukan penelusuran tersendiri.
Untuk saat ini, kitab kamus yang disusun berdasarkan topik masalah yang relatif agak lengkap adalah kitab susunan Dr. A. J.Wensinckdkk, yang berjudul: miftah kunuzis-Sunnah.
Apabila seluruh hadis yang berkenaan dengan topik nikah mut’ah itu akan diteliti, maka terlebih dahulu seluruh riwayatnya harus dikutip secara cermat, baik sanad-nya maupun matn-nya. untuk melengkapi bahan penelitian, berbagai matn yang telah dikutip dapat dilakukan takhrij melalui lafal.[3]
Keistimewaan dalam menggunakan metode ini, diantaranya yaitu:
a.              Metode tema hadist tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan lain di luar hadist, seperti keabsahan lafal pertamanya, pengetahuan bahasa Arab dengan perubahan-perubahan katanya, dan pengenalan perawi teratas. Yang dituntut dalam menggunakan  metode ini ialah pengetahuan akan kandungan hadist.
b.             Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadis pada diri peneliti.
c.              Metode ini memperkenalkan kepada peneliti maksud hadis yang dicarinya dan hadis-hadis yang senada dengannya, hal ini tentunya akan membantu mendalami permasalahan.
Selain itu, dalam metode ini juga terdapat beberapa kekurangan, diantaranya yaitu:
a.              Terkadang kandungan hadis sulit disimpulkan oleh seorang peneliti hingga tidak dapat menentukan temanya, sebagai akibatnya peneliti tidak mungkin memfungsikan metode ini.
b.             Terkadang pemahaman peneliti tidak sesuai dengan pemahaman penyusun kitab, sebagai akibatnya penyusun kitab meletakkan hadist pada posisi yang tidak diduga oleh peneliti tersebut.[4]


3.             Metode Takhrij bi Awwal Al-Matn

Penelusuran hadis dengan menggunakan permulaan matn. Metode ini berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa isim atau fi’il. Hadis-hadis yang dicantumkan adalah berupa potongan atau bagian dari hadis, dan para ulama meriwayatkannya beserta nama kitab-kitab induk hadis yang telah dikarang oleh mereka.
Metode ini digunakan ketika kita mengetahui dengan pasti ungkapan awal dari matan hadis. Setidaknya ada kategori kitab yang dapat menggunakan metode ini. Dalam menggunakan metode ini, terdapat beberapa keistimewaan, diantaranya:
a.              Metode ini mempercepat pencarian hadis-hadis
b.             Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini membatasi hadis-hadisnya dalam beberapa kitab-kitab induk dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab, dan halaman.
c.              Memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis.
Selain keistimewaan, dalam metode ini juga terdapat beberapa kekurangan, diantaranya yaitu:
a.              Keharusan dalam kemampuan bahasa arab beserta perangkat ilmu-ilmunya yang memadai. Sebab, dalam metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap kata-kata kunci kepada kata dasarnya.
b.             Metode ini menyebutkan perawi dari kalangan sahabat. Untuk mengetahui nama sahabat yang menerima hadis dari Nabi SAW perlu menggunakan kitab-kitab aslinya setelah melakukan takhrij yang menggunakan metode ini.
c.              Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata, sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.



Kitab-kitab yang diperlukan

Pertama, kitab-kitab mengumpulkan hadis yang matannya sudah populer di tengah masyarakat luas (musytahirah). Ada banyak ungkapan yang diklaim sebagai Hadis, yang dihafal dengan baik oleh masyarakat awam. Hadis-hadis ini ada yang kualitasnya shahih, hasan dan dhaif bahkan palsu. Ada banyak kitab yang digunakan untuk mengumpulkan hadis-hadis semacam ini, misalnya al-Durar al-Muntatsiroh Fi al-Ahadits al-Musytahirah karya al-Suyuthi (W.991 H), al-Maqasid al-Hasanah Fi Bayan Katsir Min al-Ahadits al-Musytahirah Ala al-Alsinah karya al-Sakhawi (W.902 H), dan Kasyf al-Khafa wa Muzil al-Ilbas ‘Amma Isytahar Min al-Ahadits ‘Ala Alsinah al-Nas karya al-Ajluni (W.1162 H).
Kedua, kitab-kitab yang disusun berdasarkan abjad huruf pertama matannya, misalnya al-Jami’ al-Shagir Min Hadits al-Basyir al-Nadzir karya al-Suyuthi (W.911 H).
Ketiga, kitab Miftah dan Fihris, atau kitab yang disusun berdasarkan matan hadis, seperti Miftah al-Shahiayn karya Muhammad al-Syarif bin Mustafa al-Tawqadi, dan Miftah al-Tatib Li Ahadis Tarikh al-Khatib karya Ahmad bin Muhammad al-Ghimari. Jenis ketiga ini tidak dapat dijadikan sumber asli, karena ia tidak menggunakan sanad yang dimiliki oleh pengarangnya. Namun demikian, kitab ini dapat membantu proses penelusuran lokasi hadis pada sumber yang dirujuk.[5]
Penggunaan dengan menggunakan metode ini akan lebih mudah apabila menitikberatkan pencarian hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaannya. Beberapa keistimewaan menggunakan metode ini, yaitu:
a.       Memperpercepat pencarian hadis
b.      Para penyusun kitab-kitab takhrij membatasi hadis-hadisnya dalam beberapa kitab induk dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab, dan halamannya.
c.       Memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis.
Cara mentakhrij dengan menggunakan metode ini, yaitu yang pertama menentukan kata kuncinya, kata yang akan dipergunakan sebagai alat untuk mencari hadis. Langkah berikutnya, mencari bentuk kata kunci tadi sebagaimana yang terdapat dalam hadis yang akan kita temukan melalui kamus mu’jam. Dibawah kata kunci tersebut akan ditemukan hadis yang sedang dicari dalam bentuk potongan-potongan hadis (tidak lengkap) mengiringi hadis tersebut, dan telah tercantum kitab-kitab yang menjadi sumber hadis itu sebagaimana yang telah dijelaskan dengan menggunakan kode-kode.[6]


4.             Metode Takhrij bi Al-Rawi Al-A’la

Penelusuran hadis melalui nama perawi pertama dalam sanad, yaitu nama sahabat yang meriwayatkannya dengan menggunakan kitab Musnad Al-Imam Ahmad. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan menggunakan metode ini mencantumkan hadis-hadis yang telah diriwayatkan oleh perawi pertama dari setiap hadis yang hendak ditakhrij dan setelah itu, barulah mencari nama perawi pertama dalam kitab-kitab itudan selanjutnya, mencari hadis yang dimaksud diantara hadis-hadis yang tertera dibawah nama perawi pertama tersebut.
Dalam menggunakan metode ini juga terdapat kelebihan, yaitu dapat memperpendek masa proses takhrij dengan diperkenalkan ulama hadis yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya. Selain kelebihan, dalam metode ini terdapat kelemahan, yaitu
a.              Metode ini tidak dapat digunakan dengan baik tanpa mengetahui terlebih dahulu perawi pertama hadis yang kita maksud
b.             Kesulitan mencari hadis, karena penyusunan hadis-hadisnya didasarkan perawi-perawinya yang dapat menyulitkan maksud tujuan.[7]

5.             Metode Takhrij bi Al-Shifah

Penelusuran hadis berdasarkan status hadis. Misalnya, hadis Maudhu’ dicari dalam kitab Al-Maudhu’at karya Ibnu Al-jauzi atau hadis mutawatir dicari dalam kitab Al-Azhar Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah karya Al-Suyuthi.
Seorang Mukharrij dapat memilih salah satu dari metode tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. DEngan itu ia akan mampu memperoleh informasi bahwa hadis yang dicari dapat ditemukan diberbagai buku induk hadis untuk diolah kemudian dianalisis matan dan sanadnya.[8]


H. R BUKHARI 5890


حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كَانَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَالْهَرَمِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] telah menceritakan kepada kami [Mu'tamir] dia berkata; saya mendengar [Ayahku] dia berkata; saya mendengar [Anas bin Malik] radliallahu 'anhu berkata; Nabi Shallallahu 'alahi wasallam selalu mengucapkan: "ALLAHUMMA INNI A'UUDZUBIKA MINAL 'AJZI WAL KASALI WAL JUBNI WAL BUKHLI WAL HARAMI WA A'UUDZUBILKA MIN 'ADZAABIL QABRI WA A'UUDZUBIKA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, pengecut, kekikiran dan kepikunan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian."[9]

Hadis tersebut telah diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab doa  bab meminta perlindungan dari fitnah kehidupan dan kematian. Dengan hadis tersebut, kami akan melakukan penelitian secara mendalam tentang seluk beluk kitab-kitab yang memuat H. R Bukhari 5890 dengan menggunakan metode takhrij al Hadis.


Contoh Praktik Takhrij al-Hadis menggunakan H. R Bukhari 5890


Praktik takhrij hadis sangat penting untuk meneliti suatu hadis. Dalam hadis ini penulis menggunakan metode takhrij bi al-lafzh. Untuk memudahkan praktik takhrij hadis, berikut ini langkah-langkah takhrij:


Penelusuran Hadis



Dalam penelusuran hadis dilakukan ke berbagai buku induk hadis yang masih lengkap sanad dan matannya. Dalam menelusuri hadis, boleh menggunakan salah satu dari metode takhrij hadis. Berikut ini, penelusuran hadis dengan menggunakan metode takhrij bi al-lafzh.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ

Ya Allah, sesungguhnya aku mohon perlindungan kepada Engkau dari sifat lemah, malas, rasa takut, dan penyakit pikun. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis tersebut telah dicari di kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfazh Al-Hadits Al Nabawi dan ditemukan dalam juz IV halaman 137.
خ دعوات ٢٨ ,٢٦ , ٤٠؛ جهاد ٣٥ ,٧٤ . م ذكر ٤٩ , ٥١, ٧٣.
د وتر ٢٢. ت دعوات ٧٠, ١١٥. ن استعاذة ة ٦, ٧. حم ٢, ١١٢.
Kode diatas  memberikan informasi bahwa hadis tersebut terdapat diberbagai kitab induk hadis.[10]
a)      خ دعوات ٢٨ ,٢٦ , ٤٠؛ جهاد ٣٥ ,٧٤. Dalam ShahihAl-Bukhari; bab Da’awat; nomor 26,28, dan 40. Didapatkan pula pada bab Jihad; nomor 35, 40, dan 74.
b)       م ذكر ٤٩ , ٥١, ٧٣.. Dalam Shahih Muslim; bab Dzikr; nomor 49, 51, dan 73.
c)      د وتر ٢٢. Dalam Sunan Abi Dawud; bab Witr; nomor 22.
d)     ت دعوات ٧٠, ١١٥. Dalam Jami’ Al- Tirmidzi; bab Da’awat; nomor 70 dan 115.
e)      ن استعاذة ة ٦, ٧. Dalam Sunan Al-Nasa’i; bab Istikhadzah; nomor 6 dan 7.
f)       حم ٢, ١١٢. Dalam Musnad Ahmad; juz II; halaman 112.[11]



Kitab-kitab rujukan dan lambang-lambangnya

خ: صحيح البخارى
م: صحيح مسلم
د: سنن ابى داود
ت: سنن الترمذى
ق  جه: سنن ابن ماجه (سنن ابن ماجه القزوينى)
دى: سنن الدارمى
طا: موطأ مالك
حم : مسند احمد (مسند احمد بن حنبل)[12]atau حل

Lambang-lambang tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan, setelah menggunakan kitab mu’jam.


Urgensi Takhrij al Hadis



Bagi seorang peneliti hadis, meneliti suatu hadis sangatlah penting. Tanpa dilakukan kegiatan takhrij terlebih dahulu, aka akan sulit diketahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti dari berbagai riwayat yang telah meriwayatkan hadis itu, dan ada atau tidak adanya Sahid atau Muttabi’ dalam sanad hadis yang ditelitinya. Dengan demikian, ada beberapa hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij al Hadis. Diantaranya, sebagai berikut:

1.             Mengetahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti

Suatu hadis akan sulit diteliti status dan kualitasnya, apabila tidak diketahui asal-usul hadis. Tanpa diketahui asal-usul hadis, maka sanad dan matan hadis yang bersangkutan akan sulit diketahui susunannya, berdasarkan sumber pengambilannya. Tanpa diketahui susunan sanad dan dan matan secara benar, maka hadis yang bersangkitan akan sulit diteliti secara cermat.
Oleh sebab itu, perlu melakukan kegiatan takhrij terlebih dahulu, untuk mengetahui asal-usul hadis yang akan diteliti. Dengan demikian, takhrij hadis sangat diperlukan, sebagai proses awal dalam melakukan penelitian suatu hadis untuk melacak sanad dan mata hadis dalam kitab sumber.

2.             Mengetahui seluruh rawi

Hadis yang akan diteliti mungkin memiliki sanad lebih dari satu. Atau, salah satu dari sanad hadis tersebut berkualitas dha’if, sedangkan yang lainnya berkualitas shahih. Untuk menentukan sanad yang berkualitas dha’if atau shahih, maka terlebih dahulu harus mengetahui seuruh riwayat hadis yang bersangkutan. Hal tersebut penting melakukan kegiatan takhrij al hadis, agar dapat mengetahui seluruh rawi.

3.             Mengetahui Syahid atau Muttabi’ dalam sanad

Ketika hadis yang diteliti terdapat salah satu sanad, mungkin dalam periwayat lain juga terdapat sanad yang mendukung pada sanad tersebut. Dukungan tersebut bila terletak pada bagian periwayat yang pertama, yakni tingkat sahabat Nabi, disebut dengan syahid. Sedangkan, bila terdapat pada bagian bukan periwayat tingkat sahabat, disebut muttabi’.
Dalam penelitian sanad, syahid yang didukung oleh sanad yang kuat, dapat memperkokoh sanad yang sedang diteliti. Begitu pula muttabi’ yang memiliki sanad yang kuat, maka sanad yang diteliti mungkin dapat ditingkatkan kekuatannya oleh muttabi’ tersebut.
Untuk mengetahui Syahid atau Muttabi’ dalam sanad, maka seluruh sanad hadis harus dikemukakan. Hal ini membuktikan, bahwa perlu adanya melakukan takhrij terlebih dahulu. Tanpa melakukan takhrij terlebih dahulu, maka tidak dapat diketahui secara pasti seluruh sanad hadis yang sedang diteliti.

4.             Untuk menentukan kualitas suatu hadis

Ibnu Hajar al Asqolani menjelaskan, khabar yang tidak mutawatir dapat dipakai sebagai dasar hukum apabila memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh pakar hadis yaitu adanya keshahihan sanad dan matan hadis, segala syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sanad dan matan hadis yang berkualitas shahih. Adapun syarat dan kriteria hadis yang berkualitas shahih, yaitu sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit sampai pada akhir sanad, tidak syadz dan ber-illat. Menurut kriteria tersebut, penelitian suatu hadis harus melalui beberapa tahap, sebagai berikut:
Pertama; meneliti keadaan para rawi hadis untuk menetapkan keadilan dan kedhabitan
Kedua; meneliti sanad atau hubungan antara perawi hadis, sehingga dapat dipastikan adanya kesinambungan sanad hadis.[13]


Manfaat Takhrij Hadis


Berikut adalah beberapa manfaat yang dapat diperoleh lewat takhrij hadis, antara lain :
1)            Diketahui letak hadis yang dikaji pada sumber-sumber primer,
2)      Diketahui apakah asosiasi ungkapan atau perbuatan yang dinyatakan sebagai sebuah hadis itu benar-benar merupakan sebuah hadis atau bukan,
3)            Diketahui kualitas hadis.
4)     Dengan membandingkan riwayat-riwayat yang ada, akan diketahui arti kata yang asing atau gharibah, kondisi yang melatarbelakangi disabdakannya hadis (asbabul wurud), kondisi para perawi hadis, adanya kemungkinan hadis itu direvisi atau merevisi hadis lain (nasikh mansukh), mendapat ketersambungan pada sanad yang terjadi keterputusan (inqitha’), meningkatkan kualitas sanad dengan adanya dukungan berupa sanad-sanad lainnya, mendapat kejelasan identitas dan kualitas perawi yang mubham dan majhul, menghilangkan akibat yang muncul dari tadlis, mengidentifikasi dan mengetahui adanya penambahan sanad yang berasal dari perawi (mudraj dan ziyadah al-tsiqat), mendapati matan secara lengkap dan utuh dari hadis yang diringkas, mengidentifikasi dan mengetahui mana matan yang diriwayatkan secara redaksional dan mana yang secara substansif, mendapatkan informasi tambahan seputar tempat dan waktu terjadinya hadis.[14]



PENUTUP



Para pakar hadis selalu berusaha memberikan kemudahan kepara para penelusur hadis yaitu dengan cara menyusun semacam teknik yang akan menolong para peminat hadis agar dapat meneliti dengan cepat dan tepat. Sehingga penggunaan hadis sebagai sumber ajaran yang kedua dapat digunakan secara proporsional.
Teknik mencari hadis merupakan cara atau petunjuk dalam mencari hadis, salah satunya yaitu menjelaskan makhraj hadis dengan menunjukkan tempatnya didalam sumber asli. Dengan metode takhrij al hadis lah para penelusur hadis akan lebih mudah dalam mencari hadis yang terdapat pada kitab-kitab sumber.
Didalam metode takhrij al hadis terdapat lima macam metode diantaranya yang pertama yaitu  Metode Takhrijul-Hadis bil Lafz (Penelusuran hadis melalui lafal), Metode Takhrijul hadis bil maudu’ (Penelusuran hadis melalui topik masalah), Metode Takhrij bi Awwal Al-Matn, Metode Takhrij bi Al-Rawi Al-A’la, dan Metode Takhrij bi Al-Shifah.
Dengan kamus Mu’jam al mufahras juz 4 kami dapat meneliti H. R Bukhari 5890 sebagai bahan penelitian dalam metode Takhrijul Hadis bil Lafz ini. Sehingga, kami menemukan 6 kitab yang memuat lafadz hadis tersebut. Diantara 6 kitab tersebut, diantaranya yaitu Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Jami’ Al- Tirmidzi, Al-Nasa’I, dan Musnad Ahmad.
Di dalam artikel ini juga disebutkan beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari takhrij hadis ialah : (1) Diketahui hadis yang dikaji pada sumber primer, (2) Diketahui asosiasi ungkapan atau perbuatan dalam sebuah hadis, (3) Diketahui kualitas hadis, (4) Membandingkan riwayat-riwayat yang ada dengann tujuan untuk memperkuat periwayatan hadis tersebut.







[1] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (Jakarta: Amzah,2007),  hlm 127.
[2] Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia,2010), hlm 185-188.
[3] Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 46-50.
[4] Tajudin Nur dan Debibik Nabilatul Fauziah. 2017.  Jurnal UNSIKA. “PENGENALAN METODE TAKHRIJ HADITS  DALAM UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI DOSEN FAKULTAS AGAMA ISLAM (FAI) UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG (UNSIKA)”. Vol. 1 No. 1.
[5] Jurnal Studi Hadis Volume 2 Nomor 1 2016
[6] Sohari Sahrani, Ulumul Hadis, (Bogor: Ghaila Indonesia, 2010), hlm 196-199.
[7] Tajudin Nur dan Debibik Nabilatul Fauziah. 2017.  Jurnal UNSIKA. “PENGENALAN METODE TAKHRIJ HADITS  DALAM UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI DOSEN FAKULTAS AGAMA ISLAM (FAI) UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG (UNSIKA)”. Vol. 1 No. 1.   
[8] Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 9.
[9] Ensiklopedi, Shahih Bukhari 5890, Kitab Doa, Bab Meminta perlindungan dari fitnah kehidupan dan kematian
[10] Muhammad Fu’ad Abdul Ba’qi, Kitab Mu’jam al mufahras juz 4, hlm. 137.
[11] Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 12-14.
[12] Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991), hlm. 51.
[13] 1Askolan Lubis. 2016. Jurnal UIN SUKA. “Urgensi Metodologi Takhrij Hadis dalam Studi KeIslaman”. Vol. 2 No. 1. 17-18.
[14] Jurnal Studi Hadis Volume 2 Nomor 1 2016

Posting Komentar untuk "Proses Awal Pengumpulan Hadis"

Penulis :
-----------------

Nur Itsnaini SS | Alumni IAIN WALISONGO Semarang
Pengelola Website "Nur Itsnaini"
Konsentrasi Artikel "Pendidikan Agama Islam"



Semoga Ilmunya dapat bermanfaat